Oleh : Yuddin Chandra Nan Arif
A. Konsep Anak Angkat
Anak angkat adalah bagian dari segala tumpuhan dan harapan kedua orang tua (ayah dan ibu) sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan tujuan dari adanya perkawinan untuk menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan.
A. Konsep Anak Angkat
Anak angkat adalah bagian dari segala tumpuhan dan harapan kedua orang tua (ayah dan ibu) sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan tujuan dari adanya perkawinan untuk menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan.
Mempunyai anak adalah kebanggaan dalam keluarga. Namun, demikian tujuan tersebut terkadang tidak dapat tercapai sesuai dengan harapan. Beberapa pasangan hidup, tidaklah sedikit dari mereka mengalami kesulitan dalam memperoleh keturunan. Sedang keinginan untuk mempunyai anak nampaknya begitu besar. sehingga kemudian di antara merekapun ada yang mengangkat anak.
Terkait dengan hal tersebut maka penyusun memberikan beberapa pengertian tentang anak angkat menurut beberapa ahli, diantaranya adalah :
1) Amir Martosedono, SH. dalam bukunya “Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya”, bahwa :
Anak Angkat adalah anak yang diambil oleh seseorang sebagai anaknya, dipelihara, diberi makan, diberi pakaian, kalau sakit diberi obat, supaya tumbuh menjadi dewasa. Diperlakukan sebagai anaknya sendiri. Dan bila nanti orang tua angkatnya meninggal dunia, dia berhak atas warisan orang yang mengangkatnya.[1]
2) Menurut Soerjono Soekanto (2001:251) Mendefinisikan :
“Anak Angkat adalah anak orang lain (dalam hubungan perkawinan yang sah menurut agama dan adat)yang diangkat karena alasan tertentu dan dianggap sebagai anak kandung”.[2]
3) Menurut Wirjono Pradjodikoro (1983:37) bahwa :
“Anak Angkat adalah seorang bukan turunan dua orang suami istri, yang diambil, dipelihara, dan diperlakukan oleh mereka sebagai anak keturunannya sendiri”.[3]
4) Menurut Mahmud Syaltut seperti yang dikutip oleh Muderis Zaini (1995:6), bahwa :
Tabanni/Anak Angkat ialah penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya untuk diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri.[4]
5) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 point (9) :
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Anak angkat masuk kehidupan rumah tangga orang tua yang mengambilnya, sebagai anggota rumah tangganya (gezinslid), akan tetapi ia tidak berkedudukan sebagai anak kandung dengan fungsi untuk meneruskan turunan bapak angkatnya.
Anak angkat di sini telah menjadi bagian keluarga dari orang tua yang mengangkatnya. Sebagai bagian dari keluarga (anak), iapun berhak mendapatkan cinta dan kasih sayang orang tua seperti yang lainnya serta hak-hak dan kewajiban anak pada umumnya yang merupakan jaminan yang terdapat dalam ketetentuan perundangan yang berlaku.
Orang tua angkat/wali yang telah mengangkat seorang anak secara legal formal dan dengan perbuatan hokum tersebut telah mendapatkan hak asuh terhadap anak angkatnya, yang mana mereka tersebut (orang tua angkat/wali dengan anak) memiliki efek kausalitas pada hubungan hokum, hak dan kewajiban hokum yang melekat layaknya orang tua terhadap anaknya dalam komunitas keluarga.
B. Kedudukan Anak Angkat
Selanjutnya pembahasan tentang Kedudukan Anak Angkat adalah merupakan pembahasan tentang Kedudukan Anak secara umum (termasuk anak angkat dan anak-anak lainnya) sebagaimana telah diatur dengan tegas dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Bab V Kedudukan Anak mulai pasal 27 sampai dengan Pasal 29 sebagai berikut :
Pasal 27 Ayat (1) :
Identitas setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.
Pasal 27 Ayat (2) :
Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.
Pasal 27 Ayat (3) :
Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.
Pasal 27 Ayat (4) :
Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.
Pasal 28 Ayat (1) :
Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.
Pasal 28 Ayat (2) :
Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan.
Pasal 28 Ayat (3) :
Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai biaya.
Pasal 29 Ayat (1) :
Jika terjadi perkawinan campuran antara warga Negara Republik Indonesia dan warga Negara asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 29 Ayat (2) :
Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.
Pasal 29 Ayat (3) :
Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.
Perlu dijelaskan bahwa Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak secara umum yang dalam diri anak melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Sehingga segala ketentuan yang diatur dalam UU tersebut berlaku untuk semua anak termasuk anak angkat, anak terlantar, dll ; baik hak dan kewajiban anak, kewajiban dan tanggung jawab (orang tua, masyarakat, pemerintah, bangsa dan Negara) kedudukan anak maupun penyelenggaraan perlindungan anak, yang semuanya adalah berlaku dan/atau diadakan untuk semua anak secara keseluruhan.
UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tersebut berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta Prinsip-Prinsip Dasar Konvensi Hak-Hak Anak (Pasal 2). Lebih lanjut dalam penjelasannya undang-undang ini menegaskan bahwa :
Pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak . . .
. . . kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak milia dan nilai pancasila serta berkemauna keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan Negara.
Hal-hal tersebut diatas jelas menegaskan bahwa Negara betul-betul menjamin segala sesuatu tentang anak termasuk status dan kedudukan anak dimata pemerintah dan Negara Indonesia sebagai penerus bangsa dan Negara di masa mendatang.
Mukadimah Deklarasi Hak-Hak Anak menjelaskan bahwa :
Dalam deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia, PBB telah menyatakan bahwa setiap orang berhak atas segala hak dan kemerdekaan sebagaimana yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa membeda-bedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik dan pendapat lainnya, asal-usul bangsa atau tingkatan social, kaya atau miskin, kedudukan, keturunan atau status.
Lebih lanjut Deklarasi Hak-Hak Anak pada Asas I berbunyi :
Anak-anak berhak menikmati seluruh hak yang tercantum di dalam deklarasi ini. Semua anak tanpa pengecualian yang bagaimanapun berhak atas hak-hak ini, tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat di bidang politik, atau di bidang lainnya, asal-usul bangsa atau tingkatan social, kaya atau miskin, keturunan atau status, baik di lihat dari dirinya sendiri maupun dari segi keluarganya.[5]
Hal-hal tersebutlah yang diadopsi oleh UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak sebagai bentuk pengakuan secara legalitas terhadap anak-anak sebagai tunas bangsa, penerus kelangsungan bangsa, pendobrak kemajuan dan kebanggaan bangsa dan Negara Indonesia.
Dengan demikian jelas bahwa UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak mengatur tentang kedudukan anak secara keseluruhan yang dalam konteks kajian skripsi ini adalah kedudukan anak angkat sebagaimana dalam Bab I Ketentuan Umum (Pasal 1) menjelaskan tentang semua istilah tentang anak, yang kemudian selanjutnya diatur secara keseluruhan pada ketentuan-ketentuan pasalnya. Termasuk Bab V Kedudukan Anak (Pasal 27 sampai dengan Pasal 29) yang menjelaskan tentang kedudukan anak secara keseluruhan (semua istilah anak yang terdapat pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1).
[1] Amir Martosedono, SH., “Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya”, Effhar Offset dan Dahara Prize, Semarang, 1990, Hal. 15.
[2] Soerjono Soekanto, “Hukum Adat Indonesia”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hal. 251.
[3] Wirjono Prodjodikoro, “Hukum Waris di Indonesia”, Sumur, Bandung, 1983, Hal. 37.
[4] Muderis zaini, Op. Cit., Hal. 6.
[5] “Deklarasi Hak-Hak Anak”, Media Centre, Surabaya, 2006.
Terkait dengan hal tersebut maka penyusun memberikan beberapa pengertian tentang anak angkat menurut beberapa ahli, diantaranya adalah :
1) Amir Martosedono, SH. dalam bukunya “Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya”, bahwa :
Anak Angkat adalah anak yang diambil oleh seseorang sebagai anaknya, dipelihara, diberi makan, diberi pakaian, kalau sakit diberi obat, supaya tumbuh menjadi dewasa. Diperlakukan sebagai anaknya sendiri. Dan bila nanti orang tua angkatnya meninggal dunia, dia berhak atas warisan orang yang mengangkatnya.[1]
2) Menurut Soerjono Soekanto (2001:251) Mendefinisikan :
“Anak Angkat adalah anak orang lain (dalam hubungan perkawinan yang sah menurut agama dan adat)yang diangkat karena alasan tertentu dan dianggap sebagai anak kandung”.[2]
3) Menurut Wirjono Pradjodikoro (1983:37) bahwa :
“Anak Angkat adalah seorang bukan turunan dua orang suami istri, yang diambil, dipelihara, dan diperlakukan oleh mereka sebagai anak keturunannya sendiri”.[3]
4) Menurut Mahmud Syaltut seperti yang dikutip oleh Muderis Zaini (1995:6), bahwa :
Tabanni/Anak Angkat ialah penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya untuk diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri.[4]
5) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 point (9) :
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Anak angkat masuk kehidupan rumah tangga orang tua yang mengambilnya, sebagai anggota rumah tangganya (gezinslid), akan tetapi ia tidak berkedudukan sebagai anak kandung dengan fungsi untuk meneruskan turunan bapak angkatnya.
Anak angkat di sini telah menjadi bagian keluarga dari orang tua yang mengangkatnya. Sebagai bagian dari keluarga (anak), iapun berhak mendapatkan cinta dan kasih sayang orang tua seperti yang lainnya serta hak-hak dan kewajiban anak pada umumnya yang merupakan jaminan yang terdapat dalam ketetentuan perundangan yang berlaku.
Orang tua angkat/wali yang telah mengangkat seorang anak secara legal formal dan dengan perbuatan hokum tersebut telah mendapatkan hak asuh terhadap anak angkatnya, yang mana mereka tersebut (orang tua angkat/wali dengan anak) memiliki efek kausalitas pada hubungan hokum, hak dan kewajiban hokum yang melekat layaknya orang tua terhadap anaknya dalam komunitas keluarga.
B. Kedudukan Anak Angkat
Selanjutnya pembahasan tentang Kedudukan Anak Angkat adalah merupakan pembahasan tentang Kedudukan Anak secara umum (termasuk anak angkat dan anak-anak lainnya) sebagaimana telah diatur dengan tegas dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Bab V Kedudukan Anak mulai pasal 27 sampai dengan Pasal 29 sebagai berikut :
Pasal 27 Ayat (1) :
Identitas setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.
Pasal 27 Ayat (2) :
Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.
Pasal 27 Ayat (3) :
Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.
Pasal 27 Ayat (4) :
Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.
Pasal 28 Ayat (1) :
Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.
Pasal 28 Ayat (2) :
Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan.
Pasal 28 Ayat (3) :
Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai biaya.
Pasal 29 Ayat (1) :
Jika terjadi perkawinan campuran antara warga Negara Republik Indonesia dan warga Negara asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 29 Ayat (2) :
Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.
Pasal 29 Ayat (3) :
Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.
Perlu dijelaskan bahwa Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak secara umum yang dalam diri anak melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Sehingga segala ketentuan yang diatur dalam UU tersebut berlaku untuk semua anak termasuk anak angkat, anak terlantar, dll ; baik hak dan kewajiban anak, kewajiban dan tanggung jawab (orang tua, masyarakat, pemerintah, bangsa dan Negara) kedudukan anak maupun penyelenggaraan perlindungan anak, yang semuanya adalah berlaku dan/atau diadakan untuk semua anak secara keseluruhan.
UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tersebut berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta Prinsip-Prinsip Dasar Konvensi Hak-Hak Anak (Pasal 2). Lebih lanjut dalam penjelasannya undang-undang ini menegaskan bahwa :
Pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak . . .
. . . kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak milia dan nilai pancasila serta berkemauna keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan Negara.
Hal-hal tersebut diatas jelas menegaskan bahwa Negara betul-betul menjamin segala sesuatu tentang anak termasuk status dan kedudukan anak dimata pemerintah dan Negara Indonesia sebagai penerus bangsa dan Negara di masa mendatang.
Mukadimah Deklarasi Hak-Hak Anak menjelaskan bahwa :
Dalam deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia, PBB telah menyatakan bahwa setiap orang berhak atas segala hak dan kemerdekaan sebagaimana yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa membeda-bedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik dan pendapat lainnya, asal-usul bangsa atau tingkatan social, kaya atau miskin, kedudukan, keturunan atau status.
Lebih lanjut Deklarasi Hak-Hak Anak pada Asas I berbunyi :
Anak-anak berhak menikmati seluruh hak yang tercantum di dalam deklarasi ini. Semua anak tanpa pengecualian yang bagaimanapun berhak atas hak-hak ini, tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat di bidang politik, atau di bidang lainnya, asal-usul bangsa atau tingkatan social, kaya atau miskin, keturunan atau status, baik di lihat dari dirinya sendiri maupun dari segi keluarganya.[5]
Hal-hal tersebutlah yang diadopsi oleh UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak sebagai bentuk pengakuan secara legalitas terhadap anak-anak sebagai tunas bangsa, penerus kelangsungan bangsa, pendobrak kemajuan dan kebanggaan bangsa dan Negara Indonesia.
Dengan demikian jelas bahwa UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak mengatur tentang kedudukan anak secara keseluruhan yang dalam konteks kajian skripsi ini adalah kedudukan anak angkat sebagaimana dalam Bab I Ketentuan Umum (Pasal 1) menjelaskan tentang semua istilah tentang anak, yang kemudian selanjutnya diatur secara keseluruhan pada ketentuan-ketentuan pasalnya. Termasuk Bab V Kedudukan Anak (Pasal 27 sampai dengan Pasal 29) yang menjelaskan tentang kedudukan anak secara keseluruhan (semua istilah anak yang terdapat pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1).
[1] Amir Martosedono, SH., “Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya”, Effhar Offset dan Dahara Prize, Semarang, 1990, Hal. 15.
[2] Soerjono Soekanto, “Hukum Adat Indonesia”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hal. 251.
[3] Wirjono Prodjodikoro, “Hukum Waris di Indonesia”, Sumur, Bandung, 1983, Hal. 37.
[4] Muderis zaini, Op. Cit., Hal. 6.
[5] “Deklarasi Hak-Hak Anak”, Media Centre, Surabaya, 2006.